Penghambat Menulis : The ‘F•••’ Word


Mari kita akui, musuh utama kita dalam menulis bukan di sekeliling kita. Tapi di dalam kita sendiri.

Ada sesuatu yang bersemayam dalam jiwa dan menghambat semangat kita untuk menulis. ‘Dia’ tak bisa hilang sebab ada kalanya sangat bermanfaat dalam situasi yang tidak menguntungkan. Tapi dalam hal menulis, ‘dia’ seringkali menjengkelkan. Sama menjengkelkannya dengan agen asuransi yang menghubungi kita di saat yang tidak tepat.

Ya, sesuatu itu.. it’s the ‘F•••’ word. Musuh bebuyutan J.K Rowling, Asma Nadia dan penulis manapun di dunia ini.

Fear.
Rasa Takut.

Rasa takut bekerja di bawah alam sadar dan mewujud dirinya dalam bentuk enggan mencoba dan penghambat menulis. Kita ingin menceritakan pengalaman konferensi internasional di luar kota, atau tugas yang diperuntukkan mahasiswa… namun kita tidak mulai menulis barang satu kata pun.

Saya salut dengan Bu Inne yang berhasil melawan rasa takutnya dengan straightshot 2 tulisan dalam 2 hari di blognya. Good job Ma’am!

Saya sering mengalami ketakutan untuk menulis. Setiap kali saya memulai sebuah topik, rasa takut selalu datang tanpa diundang. Celakanya, dia tidak bisa pergi kecuali dengan sendirinya!

Kuncinya adalah jangan biarkan dia membunuh intuisi kita dan menjadikan kita tak berdaya.

Brian Clark dari copyblogger.com berbagi 4 “hantu” yang selalu datang ketika kita akan menulis dan cara untuk mengusirnya dengan efektif. Tanpa jimat atau guna-guna tentunya..

1. Takut Gagal

Sudah bejibun penelitian psikologi mengatakan bahwa takut gagal adalah penghambat nomer wahid seseorang dari pintu kesuksesan. Kita takut gagal karena kita tidak memisahkan antara pekerjaan dan diri kita sendiri. Kita selalu menganggap gagal dalam pekerjaan sebagai penyiksaan terhadap diri sendiri.

Dengan kata lain, kita takut tersakiti karena dalam alam bawah sadar kita mengaitkan kegagalan dengan sesuatu yang pedih. Jadi, bagaimana kita mengatasi rasa takut akan kegagalan dan kesalahan persepsi kita tentang efek sampingnya berupa kepedihan hati?

  • Akui kalau kita memang takut gagal.
  • Sadari bahwa setiap kali kita gagal, kita justru menjadi penulis yang lebih baik.
  • Kenalilah bahwa setiap kegagalan akan membawa kita selangkah menuju sukses.
  • Nikmati proses pembelajarannya, tolak halusinasi tentang pedihnya rasa gagal itu.

2. Takut Sukses

What the heaven kita harus takut sukses? Bukannya itu yang kita inginkan?

Jadi begini. Idealisasi kita akan kesuksesan ternyata seringkali terlalu lebay. Kita takut ekspektasi orang terhadap kita jadi teramat tinggi. Kita takut keluarga besar dan kerabat akan cemburu dan suka menuntut serta membanding-bandingkan.

Great Power comes with Great Responsibility. – peter parker a.k.a Spiderman.

Semua itu bikin kita takut menuju puncak dan memilih selamanya jadi manusia mediocre.

Ok, ingatlah hal- hal berikut ini dan rubah mindset Anda tentang sukses sekarang juga :

  • Perubahan akan selalu ada apakah kita gagal ataupun berhasil. Kenapa tidak memilih berhasil saja?
  • Messi terus mencetak gol meski sudah meraih berbagai penghargaan dunia. Fokus pada pekerjaan, bukan hasil yang diperoleh.
  • Orang melihat kita seperti gelas yang setengah terisi air tapi Anda harus melihat diri Anda sebagai gelas yang masih setengah kosong. Fokus mengisi kekosongan itu dengan terus bekerja nyata.

3. Takut Ditolak

Pengalaman buruk kita ketika ditolak pacaran membawa efek besar saat mencoba untuk menulis? Terbayang bagus tidaknya tulisan kita mencerminkan tingkat harga diri kita..

Wow, gak harus segitunya juga bro! Laki, fearless! Anda harus strooooong!

Bagaimana cara mengatasinya? Gampang. Gak usah ngapa-ngapain. Cara ini memang menyelesaikan masalah, tapi membawa kita pada kehampaan hidup dan menjadikannya tidak berarti. Lebih baik begini :

  • Ingatlah, kita gak akan pernah bisa memuaskan semua orang. Anda hanya harus memberi manfaat kepada sebagian orang, yaitu audience Anda.
  • Anggap pekerjaan menulis sebagai latihan. Fakta bahwa kita tidak bisa naik tangga di gedung GKU hingga lantai 10 dalam 5 menit tidaklah mengurangi harga diri kita sebagai manusia. Tapi kita bisa melatihnya, ya kan?
  • Jadikan penolakan sebagai makanan sehari-hari. Seperti tim sisfo yang sudah biasa dikomplain setiap hari. Internet ngadatlah, RFID matilah, email kepenuhanlah. Enjoy aja.. we own the game.

4. Takut Mediocrity

Mediocrity artinya orang yang biasa-biasa aja. Takut Mediocrity artinya kita takut dilihat sebagai orang yang biasa-biasa aja. Kita ingin dianggap dan diperhitungkan.

Sayangnya ketakutan ini manifestasinya seringkali jadi perfeksionis. Kita menulis 5 kata tapi setelah itu menghapus 7 kata; kemudian kita robek kertas dari buku, kita bejek-bejek lalu lempar ke tong sampah.

Sekarang lihat tulisan Saya ini. Kalau saya takut mediocrity maka tulisan ini tidak akan pernah Anda baca sampai kapan pun. Sampai saat inipun Saya tidak merasa tulisan ini sempurna. Hanya saja saya yakin tulisan ini bermanfaat.

Jadi, hirup nafas dalam-dalam.. jangan dikentutin. Rubah jadi energi untuk move on dan berani melawan rasa takut atas mediocrity.

  • Tak ada yang sempurna. Jadi let it go.
  • Berbuat sesuatu selalu bermanfaat meski tidak sempurna.
  • Menyelesaikan sesuatu rasanya enak banget daripada tidak menyelesaikan apapun. Apalagi kalau hibah buku beres.. hibah e learning beres.. hibah metode pembelajaran beres… beuh.. nikmat bingits…

Selamat Idul Adha

Naha ojol-ojol? Karena saya nulis ini bertepatan dengan hari libur Idul Adha jadi sekalian aja Saya ucapin selamat menjalankan ibadah Idul Adha. Semoga kita bisa meneladani Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang tidak takut akan apapun kecuali Allah dalam menjalankan risalahNya hingga detik ini. Selamat berkarya.

Itu.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *